Lambang Blog

Kamis, 21 Juli 2011

askep otitis media akut

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Infeksi-infeksi telinga adalah kondisi-kondisi yang melibatkan dan seringkali peradangan dari area-area berbeda dari telinga. Paling sering berasal dari infeksi virus, jamur dan bakteri. Pada kebanyakan kasus-kasus, infeksi-infeksi telinga adalah tidak serius dan hilang dengan sendirinya. Bagaimanapun, infeksi-infeksi bakteri dapat memerlukan perawatan dengan antibiotik-antibiotik. Dibiarkan tidak terawat, infeksi-infeksi ini dapat menjurus ke komplikasi-komplikasi serius, terutama untuk anak-anak kecil. Infeksi ini sering terjadi pada penderita alergi yang sering mengalami infeksi berulang atau sering sakit batuk pilek hilang timbul berulang-ulang. Kebanyakan infeksi-infeksi telinga terjadi pada telinga luar atau tengah – infeksi-infeksi telinga dalam adalah jarang. Infeksi-infeksi telinga tidak menular. Bagaimanapun, infeksi-infeksi virus (seperti selesma, influensa) yang dapat mendahuluinya adalah menular dan dapat menjurus ke infeksi-infeksi telinga. Infeksi-infeksi telinga adalah lebih umum pada anak-anak daripada orang-orang dewasa karena saluran-saluran mereka lebih pendek dan sempit, membuat mereka lebih sulit untuk mengalir. Sebagai tambahan, jaringan adenoid (adenoid tissue) dibelakang tenggorokan lebih besar dan dapat menghalangi tabung-tabung eustachio.
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif,  yang masing-masing memiliki bentuk yang cepat dan lambat.
 Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong  dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii.
B.       TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM
Setelah dilaksanakan diskusi, pembuatan makalah dan dipresentasikannya Asuhan keperawatan klien dengan Otitis Media Akut, diharapkan mahasiswa mampu dan mengerti tentang asuhan keperawatan klien dengan Otitis Media Akut.

C.       TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah dilaksanakan diskusi, pembuatan makalah dan dipresentasikannya asuhan keperawatan klien dengan Otitis Media Akut, diharapkan mahasiswa mampu:
a.     Menjelaskan pengertian dari OMA
b.    Menjelaskan tanda dan gejala yang dirasakan akibat penyakit OMA
c.     Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien OMA
 
BAB II
PEMBAHASAN


A. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA TENGAH

Telinga tengah  adalah suatu celah berisi udara dengan volume berkisar 1 - 2 cm3. Batas-batas telinga tengah adalah Membran Timpany di bagian lateral, dan dinding lateral (kapsul labirin) telinga dalam di bagian medial. Telinga tengah berhubungan dengan rongga/sel udara mastoid melalui sebuah lubang sempit yang dinamakan antrum, dan juga berhubungan dengan nasofaring (ruang di belakang hidung) melalui tuba eustachius. Telinga tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan telinga dalam. Ketiga tulang tersebut membentuk rantai tulang pendengaran (osicular chain), dengan demikian osicular chain imen jembatani inter-koneksi telinga luar hingga telinga dalam. Ketiga tulang tersebut adalah:
a. Maleus :bentuknya seperti palu, Posisi maleus adalah di antara MT dan inkus, artinya sisi luar maleus melekat pada MT dan sisi dalam membentuk persendian dengan incus.
b. Inkus : menghubungkan maleus dan stapes
c. Stapes : melekat pada jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam.
Tuba eustachius adalah saluran kecil yang menghubungkan teling tengah dengan hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam te
linga tengah.
Tuba eustachius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang normal dan kenyamanan. Telah dijelaskan bahwa telinga tengah adalah celah berisi udara, di mana tekanan udara di dalamnya harus tetap dipertahankan sesuai tekanan udara ambien (lingkungan luar) agar transfer sinyal suara berjalan optimal. Tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring akan menjamin aerasi dan drainase telinga tengah. Jika tuba eustachius mengalami disfungsi, dapat menimbulkan rasa tersumbat atau popping di telinga dan/atau otitis media (infeksi telinga tengah).
A.      DEFINISI
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otitis Media Akut,  otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofaring  dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering.
Klasifikasi Otitis Media:
a.         Otitis Media Akut : Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi.
b.         Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi): Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.
c.         Otitis Media Kronik: Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani.
B.       ETIOLOGI
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.

C.       PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.1 Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat,  diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.4 Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
D.      MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien:
1.       Otitis Media Akut
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani, Keluhan nyeri telinga ( otalgia ), Demam, Anoreksia, Limfadenopati servikal anterior
2.       Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
3.       Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.


Manifestasi menurut usia:
a.       Rasa nyeri di telinga dan demam.
b.       Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.
c.        Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh.
d.       Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit.
E.       PENATALAKSANAAN
1.    Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan di berikan sesuai stadium yang di alami pasien:
a.       Otitis media akut. Pilihan pertama adalah antibiotic jenis Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.
b.      Otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ), terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan.
c.       Otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan memungkinkan drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan. Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis (parut pada membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.

2.    Penatalaksanaan Keperawatan
a.    Meningkatkan kenyamanan
b.    Pencegahan penyebaran infeksi
c.    Monitor perubahan sensori


F.        KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius adalah:
1.     Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
2.     Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
3.     Kelumpuhan pada wajah
4.     Tuli
5.     Peradangan pada selaput otak (meningitis)
6.     Abses otak.Tanda-tanda terjadinya komplikasi tersebut:
a.       sakit kepala
b.       tuli yang terjadi secara mendadak
c.        vertigo (perasaan berputar) 
d.   demam dan menggigil.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A.      PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.    Biodata Pasien                                                            Biodata Penanggung Jawab
Nama       :                                                        Nama       :
Umur       :                                                        Umur       :
Jenis kel.  :                                                        Jenis kel.  :
Alamat     :                                                        Alamat     :

2.    Riwayat Kesehatan
a.         Keluhan Utama                           : Biasanya pasien mengalami demam tinggi, sulit tidur, saat tidur tiba-tiba menjerit, gelisah dan sering memegangi telinga yang sakit.
b.         Riwayat Penyakit Sekarang        : tanyakan pada pasien sejak kapan keluhan dirasakan, apakah tiba-tiba atau perlahan, sejauh mana keluhan dirasakan, apa yang memperberat dan memperingan keluhan dan usaha apa yang di lakukan untuk mengurangi keluhan.
c.         Riwayat Penyakit Dahulu           : pada pasien ini biasanya pernah menderita ISPA
d.        Riwayat Penyakit Keluarga        : -

3.    Pemeriksaan Fisik
a.         Inspeksi : Membrane tymphani tampak merah, kusam (warna kuning redup sampai abu-abu ( pada otoskopi pneumatic ), dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
b.         Palpasi : terdapat nyeri tekan

4.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Tes Pendengaran sederhana
b.      Tes Garpu Tala
1.      Tes Schwabach
2.      Tes Webber
3.      Tes Rinne
c.       Audiometrik untuk mengetahui tuli konduktif
d.      Foto rontgent untuk mengetahui patologi mastoid
e.       Otoskop untuk melihat perforasi membran timpani

B.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya system pertahanan tubuh di tandai dengan terbentuknya pus pada telinga tengah
2.      Gangguan aman nyaman ( Nyeri ) b.d Penyempitan lumen oleh hiperplasi, ditandai dengan  edema, hiperemia
3.      Peningkatan suhu b.d Respon terhadap Infeksi akibat terjadi udema pada saluran eusthacius ditandai dengan demam tinggi, suhu > 38.9° C, gelisah.
4.      Gangguan persepsi sensori (pendengaran) berhubungan dengan gangguan penghantaran bunyi organ telinga, penumpukan lender pada gendang telinga ditandai dengan rasa penuh dan gatal

C.       INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
DX.
TUJUAN/KH
INTERVENSI
RASIONAL
1.
I
Tujuan: meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu
KH: pasien tidak mengalami demam
a.    Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum melakukan pengobatan
b.    Observasi tanda terjadinya infeksi
c.    Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi (antibiotic)
d.   Prosedur pembedahan (Miringotomi)
a.     Menurunkan jumlah bakteri pada tangan
b.    Demam merupakan salah satu tanda infeksi
c.     Untuk mengurangi proses infeksi dan inflamasi lebih lanjut
d.    prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani
2.
II
Nyeri pasien dapat teratasi.
KH: pasien melaporkan kualitas nyeri, pasien menujukkan wajah rileks tidak meringis
a.    Kaji tingkat nyeri / skala nyeri
b.    Beri posisi yang nyaman, Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam
c.    Berikan kompres hangat
d.   Kolaborasi: pemberian obat sesuai indikasi (analgetik)
a.     Nyeri tidak selalu menetap, perlu di kaji banding dengan nyeri sebelumnya
b.    Menurunkan kekakuan sendi/ meminimalkan nyeri
c.     Untuk mengurangi tekanan edema pada telinga
d.    Menghilangkan nyeri akut hebat
3.
III
Tujuan: suhu tubuh pasien teratasi
KH: suhu tubuh pasien dalam batas normal
a.    Pantau suhu tubuh
b.    Berikan kompres hangat
c.    Anjurkan pasien memakai pakaian tipis dan menyerap
d.   Kolaborasi pemberian anti piretik
a.     Suhu 38,9°C menunjukkan proses inflamasi
b.    Membantu menurunkan demam secara bertahap
c.     Pemakaian tipis dan menyerap keringat, sehingga keringat yang di keluarkan bisa terserap keluar
d.    Untuk mengurangi demam akut
4.
IV
Tujuan: memperbaiki fungsi pendengaran
KH: klien menunjukan kemampuan mendengar
a.    Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
b.    Menggunakan bahasa2 non verbal
c.    Mengambil serumen dengan irigasi / suction
a.     Supaya klien lebih dapat memahami apa yang di maksud lawan bicara
b.    Membantu proses komunikasi
c.     Usaha membersih kan bagian belakang gendang telinga



DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.
Potter Patricia A.,1996, Pengkajian Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi VIII, EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif dkk. 1999.Kapita selekta.edisi III, hal. 83-85
Dongoes,Marilynn. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III