Lambang Blog

Senin, 21 Maret 2011

Askep Asma


BAB I


A.    Latar Belakang
Dalam bab ini dibahas masalah asma yang merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi.

B.     Tujuan
a.       Agar mahasiswa mengetahui lebih lanjut tentang penyakit asma.
b.      Agar mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat.

C.     Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi pustaka, yaitu suuatu metode dengan sistem pengambilan materi dari berbagai literatur dan referensi yang berhubungan dengan masalah asma.

D.    Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I       :  PENDAHULUAN
BAB II      :  TINJAUAN TEORI, yang meliputi:  pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan, pathway, diagnosa keperawatan.
BAB III    :  PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA






BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    PENGERTIAN
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi (Mansjoer, 1999: 476)
Istilah asma dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan napas pendek.  Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatukan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.  (Price, 1995; 689)

B.     ETIOLOGI
Dua tipe dasar:  Imunologik dan Nonimunologik
1.      Asma Imunologik Atau Asma Alergik (Dulu Disebut Ekstrinsik)
-          Terjadi pada anak-anak
-          Biasanya mengikuti penyakit alergi lain seperti: eksim 80-85% anak-anak dengan eksim mengalami Lay fever atau asma pada usia 6 th.  Penderita asma dianggap sebagai atopik.
-          Serangan dicetuskan oleh kontak dengan allergen pada penderita yang sensitif.
2.      Asma Nonimunologik Atau Nonalergik (Dulu Disebut Intrinsik)
-          Biasanya terjadi pada orang dewasa diatas 35 th, seringkali serangan dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronchial.
Beberapa penderita mengalami asma campuran yang serangannya diawali oleh infeksi virus atau bakteri atau oleh allergen.  Pada tipe asma atau manapun saluran napas mudah mengalami propilak distal.
Serangan mungkin dicetuskan oleh perubahan suhu dan kelembaban, uap yang mengisitasi, asap, bau-bauan yang kuat, latihan fisik dan stres emosional.  (C. Long, 1996: 509).

C.    TANDA DAN GEJALA
1.      Serangan seringkali terjadi pada malam hari.
2.      Pasien terbangun dan merasa tercekik.
3.      Terdapat wheezing saat ekshalasi.
4.      Menggunakan otot-otot pernapasan dan membengkak ke depan.
(C. Long, 1996: 510)

D.    PATOFISIOLOGI
Asma dapat dibagi dalam 3 kategori, asma ekstrinsik, atau alergik, ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh allergen yang diketahui.  Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengann riwayat keluarga yang mempunyai penyakit atropik termasuk demam jerami, eczema, dermatitis, dan asma sendiri. Asma alergik disebabkan karena kepekaan individu terhadap allergen, biasanya profein dalam serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut, atau yang lebih jarang, terhadp makanan seperti susu atau coklat.  Paparan terhadap allergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil dapat menyebabkan serangan asma.  Sebaliknya, pada asma intrinsic, atau idiopatik sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas.  Faktor-faktor non spesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat memicu serangan asma.  Asma intrinsic ini lebih sering timbul sesudah usia 40 th.  Bentuk asma yang oaling banyak menyerang pasien adalah asma campuran, yang mana terdiri dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan intrinsic.  (Price, 1995: 689-690)
Suatu serangan asthma merupakan akibat adanya reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator kimia.  Mediator kimia meliputi histamine, slow releasing substance of naphylaksis (SRS-A), eosinophilic chemotetik faktor of anaphylaksis (ECF-A) dan lain-lain menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama.  (1) Kontriksi otot-otot polos baik saluran napas yang besar maupun saluran napas yang kecil yang menimbulkan bronkupasme.  (2)  Peningkatan prolebilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang berperan dalam terjadinya edema.  Mukosa yang menambah sempitnya saluran napas lebih lanjut dan (3)  Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mucus.  Sebagai akibatnya pasien yang mengalami serngan akan berusaha untuk bernapas melalui mulut yang mengakibatkan keringnya mucus dan lebih lanjut akan menghambat saluran napas.
Selama serangan akut, alveoli mengembang secara progresif seperti pada emfisen.  Sebenarnya tidak dapat dilakukan.  Oksigen yang tak memadai melewati membrane alveolar-kapiler ke dalam darah (Hipoksemia) dan pasien lebih bertambah sianotik.  Pada waktu yang sama penderita biasanya mengalami hiperventilasi dan mengeluarkan CO2 dan karenanya Pa CO2 biasanya berkurang.  Bila Pa CO2 menjadi meningkat dan penderita mengalami Hiperkapnia.  Hal ini menunjukkan tanda bahaya karena ini menunjukkan bahwa penderita mengalami kelelahan dan usaha ventilasi menjadi tidak adekuat intubasi dan ventilasi bantuan meungkin diperlukan.  (Long, 1996: 509 : 511)

E.     KOMPLIKASI
1.      Pneumotoraks
2.      Pneumomediastinum
3.      Emfisema Subkutis
4.      Atelektasis
5.      Aspergilosis
6.      Bronkopulmorar Alergik
7.      Gagal Napas
8.      Bronkitis
9.      Faktur Iga

F.     PENATALAKSANAAN
1.      Bronkodilator
a.       Agonis β2
b.      Metilxantin
c.       Antikolinergik
2.      Anti Inflamasi
a.       Kortikosteroid
b.      Natrium Kromolin

Terapi awal, yaitu:
1.      Oksigen 4-6 liter/menit
2.      Agonis β2 (Salbutamol 5 mg/feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulangi setiap 20 menit sampai 1 jam.  Pemberian agonis β2 dapat secara subkutan atau IV dengan dosis salbutamol 0,25 mg/ terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.
3.      Amrofilin bolus IV 5-6 mg /kg BB.  Jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4.      Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

Terapi Asma Kronik, yaitu:
1.      Asma ringan    :     Abonis β2 inhalasi bila perlu atau agonis β2 oral sebelum exercise atau terpapar allergen.
2.      Asma sedang   :     Anti inflamasi setiap hari dan agonis β2 inhalasi bila perlu.
3.      Asma berat      :     Steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis β2 long acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis β2 inhalasi sesuai kebutuhan. 
(Mansjoer, 2000: 478-480)
G.    PATHWAY


H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi sekresi
Intervensi:
-          Auskultasi bunyi napas
-          Kaji frekuensi pernapasan
-          Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
-          Bantu latihan napas abdomen atau bibir
-          Kolaborasi medis berikan obat sesui indikasi (misal: epinefrin)

2.      Kerusakan, pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi)
Intervensi:
-          Tinggikan kepala tempat tidur
-          Kaji kulit dan warna membrane mukosa
-          Dorong mengerluarkan sputum
-          Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
-          Kolaborasi medis berikan oksigen tambahan

3.      Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi:
-          Observasi peningkatan kegagalan pernapasan
-          Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi
-          Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan
-          Identifikasi teknik yang telah digunakan pasien sebelumnya untuk mengatasi ansietas
-          Bantu orang terdekat untuk berespon positif pada pasien
(Doenges, 1999: 156, 158, 223)


4.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat pernapasan
Intervensi :
-          Kurangi kebisingan
-          Batasi pengunjung
-          Susun rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur
-          Atur prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode tidur
-          Jangan latihan dalam 3 jam waktu tidur
(Carpenito, 2000: 382-384)





















BAB III
PENUTUP


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah ditentukan.  Mungkin makalah ini masih banyak kekurangannya, tapi dapat kami ambil kesimpulan bahwa dengan mengetahui tanda dan gejala asma secara dini dengan penatalaksanaan yang dapat diharapkan, mahasiswa dapat mengetahui kesulitan/hambatan serta pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan asma dan mahasiswa dapat mengidentifikasi dari asuhan keperawatan pada klien dengan asma, serta mahasiswa dapat memberikan informasi pada klien/masyarakat tentang asma.


















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.  1998.  Diagnosa Keperawatanm  Alih bahasa:  Monica ester. Ed.g,  EGC:  Jakarta
Doenges, Marilynn E.  1999.  Rencana Asuhan Keperawatan.  Alih Bahasa:  I Made Karisiana.  Ed.3, EGC:  Jakarta
Long, Barbara C.  1996.  Perawatan Medikal Bedah 2.  Alih Bahasa:  YIAP Keperawatan Pajajaran Bandung, YIAP:  Bandung
Mansjoer, Arief.  1999.  Kapita Selekta Kedokteran.  Ed.1.  Media Aes Colaplus:  Jakarta
Price, Sylvia A.  1995.  Patofisiologi.  Buku II ED. 4.  Alih Bahasa:  Dr. Peter Anugrah, EGC:  Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar