Lambang Blog

Senin, 21 Maret 2011

Askep Epilepsi


BAB II
PEMBAHASAN
A.   PENGERTIAN
Epilepsi adalah gejala kompleks dan banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang yang berulang. ( Smeltzer, 2002 ; 2003 )
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala – gejala yang datang dalam serangan berulang yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel otak yang bersifat reverseble dengan berbagai etiologi ( Mansjoer, 2000 : 27 )
Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf kontek serebral yang ditandai dengan serangan tiba – tiba terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori ( Dengoes, 2000 : 259 )
Epilepsi adalah bangkitan kejang akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel saraf pusat dimana ditandai dengan terganggunya fungsi otak ( Ngastiyah, 1997 : 293 )

Perubahan Fisiologis
Pesan dari tubuh dibawa oleh neuron-neuron ( sel-sel syaraf )dari otak diartikan dalam bentuk pelepasan energy elektrokimia sepanjang jalan neuron-neuron. Impuls-impuls ini terjadi dalam bentuk ledakan sewaktu-waktu sebuah sel saraf yang mempunyai tugas untuk melakukannya. Kadang-kadang sel-sel ini atau kelompok sel terus menerus memancar setelah tugas selesai. Selama periode pelepasan yang tidak diinginkan, baggian-bagian tubuh dikontrol oleh pesan-pesan sel yang dapat dipindahkan. Hasilnya menyebabkan ketidaknyamanan dan gangguan fungsi ditentang dari ringan sampai tidak mampu fisik, dan biasanya menyebabkan ketidaksadaran. Bila hal ini tidak terkontrol, pelepasan abnormal terjadi dengan cepat dan seseorang dikatakan menuju kearah epilepsi.




B.   ETIOLOGI
Penyebab dari epilepsi antara lain :
1.         Belum di ketahui pasti penyebabnya
2.         Trauma lahir
3.         Asphixia neonatrum
4.         Cidera kepala
5.         Tumor otak, abses
6.         Beberapa infeksi
7.         Keracunan ( Karbon Monooksida dan menunjukkan keracunan)
8.         Masalah sirkulasi, demam, Gangguan metabolisme dan nutrisi
9.         Intoksikasi obat – obatan dan alcohol

( Smeltzer, 2002 : 2203 )


C.   PATOFISIOLOGI
Gejala yang timbul akibat serangan epilepsi sebagaian besar otak mengalami kerusakan berat atau ringanya gangguan tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan patologinya. Bila terjadi lesi pada bagian otak tengah, thalamus dan kontkes serebri kemungkinan bersifat epileptogenik sedangkan lesi pada serebellum dan batang otak biasanya tidak mengakibatkan serangan epileptik.
Serangan epileptik terjadi karena adanya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di neuron – neuron di susunan saraf pusat yang terlokalisir pada neuron tersebut. Dalamnya gangguan keseimbangan antara proses aksesif atau eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron. Hal ini juga disebabkan gangguan pada sel neuron sendiri atau transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptiknya oleh neuro transmiter yang bersifat eksitasi. Inhibisi dalam keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi sel dimana pada tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai oleh proses biokimia tertentu ; yaitu ketidakstabilan membran sel saraf sehingga sel mudah diaktifkan. Neuron hipersensitifitas dengan menurun sehingga mudah terangsang serta dapat menyebabkan kejang atau memungkinkan terjadinya polarisasi yang berlebihan atau hiperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi karena perbedaan potensial listrik lapisan intra sel dan ekstra sel
Neurotransmiter yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu asetiolin, roradrenalin, dopamen, 5 hidroksitriptomin
Penyebaran epileptik di neuron ke bagian otak lain terjadi oleh gangguan pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lain, sehingga terjadi sinkronisasi dan aktifikasi yang berulang – ulang terjadi perluasan sirkuit kortino kartikal melalui serabut asosiasi atau ke kontralateral malalui koposkolosom profeksi thalonokortikal difusi. Penyebaran ke seluruh ARAS sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan pada formatio retikularis sehingga sistim motovis kehilangan kontrol normalnya dan menimbulkan kontraksi otot polos                                                                          ( Depkes, 1995 ; 83 )

D.  MANIFESTASI KLINIS
1.             Kehilangan kesadaran
2.             Aktivitas Motorik
a.        Tonik klonik
b.        Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
c.         Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
d.        Kedipan kelopak mata
e.         Sentakan wajah
f.         Bibir mengecap – ecap
3.             Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
4.             Fungsi pernafasan
a.        Takipnea
b.        Apnea
c.         Kesulitan bernafas
d.        Jalan nafas tersumbat
                                                                         ( Tucker, 1998 : 432 )      
Tanda dan gejala menurut muatan neuron
1.             Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut.
Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena.
Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami déjà vu (merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa yang lalu).
2.             Kejang Jacksonian gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik di otak.
3.             Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit.
Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total.
4.             Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
5.             Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih.
Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
6.             Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun. Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak.
7.             Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
Sisi otak yg terkena
Gejala
Lobus frontalis
Kedutan pada otot tertentu
Lobus oksipitalis
Halusinasi kilauan cahaya
Lobus parietalis
Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Lobus temporalis
Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks
misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior
Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
Lobus temporalis anterior sebelah dalam
Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yg tidak menyenangkan

5.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Elektrolit, tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
b.      Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
c.       Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang berhubungan dengan pengobatan
d.      Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapy obat
e.       Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi yang teurapetik
f.       Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi, perdarahan
g.      Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya sel, fraktur
h.      Electro ensefalogran ( EEG ) melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak
i.        CT scan, mengidentifikasi letak lesi serebral, infark hematoma, edema serebral, trauma, abses, tumor dan dapat dilakukan dengan atau tanpa kontras
j.        DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan metabolic.  ( Dongoes, 2000 : 202 )




6.      PENATALAKSANAAN
a.       Atasi penyebab dari kejang
b.      Tersedia obat – obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang didalam seseorang
( Elizabeth, 2001 : 174 )
c.       Pengobatan
1.             Anti konvulson/anti kejang
2.             Sedatif /menghilangkan iritabilitas
3.             Barbirorat
d.      Diit
1.             Reguler
2.             Katogenisi

e.       Operasi
Pembedahan diindikasikan untuk pasien yang mengalami epilepsy akibat tumor intracranial, abses, kista, atau adanya anomali vaskuler.
7.      KOMPLIKASI
a.       Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang berulang
b.      Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
( Elizabeth, 2001 : 174 )


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1.    PENGKAJIAN
‘a. Identitas
Keadaan umum klien seperti nama, umur. agama, laki dan perempuan tingkat kejadiannya sama.
b.      Keluhan utama
Gejala yang paling menonjol pada kasus ini adalah terjadi kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot. Lidah sering tertekan dan pasien mengalami inkontinen urine dan feses.
c.       Riwayat keperawatan
Riwayat penyakit asphyxia neonatorum, trauma lahir, cedera kepala abses, tumor otak, dan kelainan bentuk bawaan.
d.      Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik pada kasus ini difokuskan pada sistem persyarafan dan sistem neurologis bertanggung jawab terhadap banyak fungsi, termasuk stimulus sensori, organisasi proses berfikir, kontrol bicara dan penyimpanan memori.


2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Resiko tinnggi terhadap trauma, pengeentian pernapsan b/d kelemahan, kesulitan kesimbangan, keterbatasan kognitif, kehilangan koordinasi otot besar atau kecil, kesulitan emosional
    1. Pola nafas tidak efectif b/d merusakan neuromuskuler, obstruksi trakea bronkial kerusakan persepsi
c.       Gangguan harga diri, identitas pribadi b/d stigma berkenaan dengan kondisi,persepsi tentang tidak kekontrol
    1. Kurang pengetahuan b/d kurang pemanjaan kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif kegagalan untuk berubah

3.      INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
DX.
Tujuan/KH
Intervensi
Rasional
1.
I
a.  Mampu mengungkapkan pemaham faktor yang menunjang kemunginan trauma
b. Mendemonstrasikan perilaku perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko
c.  Mampu mempertahankan antara pengobatan sesuai indikasi
d. Mampu mengidentifikasi tindkn yang diambil bila terjadi kejang
1. Pertahankanlah bantalan lunak pada penghalang tempat tidur
2. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi
3. Lakukan penilaian neurologis atau tanda – tanda vital setelah kejang
4. Observasi munculnya tanda – tanda status epileptikus
a.    mengurangi trauma saat kejang selama pasien berada ditempat tidur
b.    membantu untuk melokalisasi daerah otot yang terkena
c.    mencatat keadaan pewintal dan waktu penyembuhan pada keadaan normal
d.   untuk keadaan darurat yang mengamcamhidup yang dapat menyebabkan henti nafas, hipolsia, kerusakan pada otak atau sel saraf

2.
II
    Mampu mempertahankn pola nafas yang efectif dengan jalan nafas paten aspirasi  dicegah

a.    Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari makanan
b.    Letakkan pasien pd posisi miring,  permukaan datar, mengiringkan kepala secara serangan kejang
c.    Masukkan spatel lidah sesuai indikasi
d.   Lakukan penghisapan sesuai indikasi
e.    Berikan tambahan oksigen
a.    menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring
b.    meningkatkan aliran sekret mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
c.    mencegah tergigitnya lidah dan menfasilitasi saat melakukan penghiasapan lendir.
d.   menurunkan resiko aspirasi serebal sebagai akibat di sirkulasi yang menurun
e.    dapat menurunkan hipeksia serebal sebagai akibat di sirkulasi yang menurun

3.
III
a.     Mampu mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi negatif pada diri sendiri
b.  Mampu meningkatkan masa harga diri dalam hubungan diagnosis
c.      Mampu mengungkapkan persepsi realitis dan penerimaan diri dalam perubahan peran  atau  gaya hidup

a.    Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukan
b.    Identifikasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan penyakitnya
c.    Gali bersama pasien tentang keberhasilan yang telah di peroleh
d.   Hindari pemberian perlindungan yang berlebihan pada pasien
e.    Tekankan pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan  tenang selama kejang
a.    reaksi yang ada bervariasi diantaranya individu dan pengetahuan atau pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi pengobatan
b.    memberikan kesempatan untuk bevespen pada proses pemecahan masalah dan memberikan kesadaran kontrol terhadap situasi yang dihadapi
c.    memfokuskan pada aspek yang positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau untuk kesadaran terhdap diri sendiri
d.   Partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman dapat mengurangi depresi tentang keterbatasan
e.    ansietas dari pemberian asuhan dalam menjalankan dan bila sampai pada pasien dapat meningkatkan persepsi kognitif terhadap keadaan lingkungan
4.
IV
a.  Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai rangsangan yang dapat meningkatkan aktivitas kejang
b. mampu memulai perubahan perilaku gaya hidup sesuai indikasi
c.  menaati aturan obat yang diresepkan


a.    Jelaskan kembali tentang patofisiologi penyakitnya
b.    Beri petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat bersamaan dgn waktu makan
c.    Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik
d.   Tinjau kembali perawatan mulut dan gigi
a.    memberikan kesempatan untuk mengklasifikasikan kesalahan persepsi dan keadaan penyakit
b.    dapat menurunkan iritasi lambung, mual dan muntah
c.    aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menurunkan faktor predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat
d.   menurunkan resiko infeksi mulut dan hiperplsia digusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar